Rabu, 26
September 2012
Dengan otak
yang dipenuhi pikiran harus mengurus semua kartu-kartu yang digondol pencopet
dan uang yang makin tiris karena banyak pengeluaran tak terduga untuk mengurus
itu semua, langkah kaki dengan gontai menibakan saya dan anggre (teman satu
kontrakan) di dalam salah satu ruang kelas yang panas di Fakultas Ilmu
Pendidikan.
Jam 10.00
Seharusnya
kelas dimulai jam 08.00 jika saja dosen tidak secara mendadak membatalkan
kelas.
Kuliah dari
jam 08.00 sampai 16.00 secara khusus 5 jam bersama dosen yang sama dengan satu
mata kuliah, rasanya tidak akan mudah dilewati.
Berusaha
memasang mood at the top level, rok span selutut berwarna pink dan blouse warna
hitam hari itu sukses membuat saya siap menghadapi kebosanan yang akan menyerang.
Sampai kelas, segera membuka notebook sambil menunggu dosen yang *pasti*
terlambat.
I was trying
to be a nice student so I didn’t come late
Dan…
Penanggung
Jawab mata kuliah tersebut maju ke depan kelas…
Dan
kalimat-kalimat yang paling saya tidak harapkan meluncur keluar dari mulutnya..
Kalimat demi
kalimat sang dosen yang disampaikan ke si PJ bak petir di siang bolong..
Saya tertawa
keras.
Rasanya otak
kosong.
Kelas tidak
ada.
Dia mau kami
untuk segera terjun ke lapangan dan bertemu dengan anak-anak Gangguan Emosi dan
Tuna Laras(GETL).
Di siang
terik yang panas itu, setelah berdiskusi dan sempat mengelilingi daerah under
pass di rawamangun, kami akhirnya menjatuhkan hati kepada stasiun senen.
Ya. STASIUN
SENEN.
Tempat di
mana tidak seharusnya 4 gadis berpakaian rapi ala guru duduk-duduk di depan
stasiun berdekatan dengan segerombol anak-anak punk sambil beberapa kali
mencuri pandang.
Sementara
yang lain takut untuk segera memulai salah satu langkah observasi-yaitu
wawancara, sifat sanguine dan phlegmatic cukup membantu saya hari itu.
Bermodalkan
dengan nekat, saya mendekati 3 orang anak punk yang tengah bermain-main dengan
okulele mereka. Tangan mulus ini mendarat dengan tepat ke tangan yang membuat
kulit saya tampak begitu cerah dan bersih. Sukses mendapatkan mereka, saya
segera duduk tanpa dipersilahkan dan segera memulai pembicaraan.
Hampir satu
jam percakapan yang mengharuskan saya kesemutan di kaki membuka pandangan baru
bagi saya mengenai kehidupan mereka.
4
narasumber, mari kita sebut A,B,C, dan D. 3 pria, satu wanita (inisial D)
Mereka
memiliki keluarga.
Tapi mereka
ditolak.
Mereka tidak mendapatkan kasih sayang.
Dan
akhirnya, kabur dari rumah adalah pilihan yang tepat.
Sejak usia
10 tahun, mereka hidup tanpa naungan orang tua.
Keluarga
merupakan sahabat mereka yang sama-sama berjuang di jalanan untuk dapat
tetapbertahan hidup. Mereka memiliki mimpi.
Tapi itu
semua seperti hal abstrak yang terlihat di balik jendela yang basah oleh aliran
air hujan. Tidak jelas. Tapi samar-samar bisa terlihat.
Keinginan.
Seolah menajdi sesuatu yang seringkali hanya menyesakkan dada.jika ditawarkan
berbagai kemungkinan, mereka menjawab singkat. Mau.
Tapi keadaan
dan kondisi menjadi tembok tinggi yang harus dengan susah payah di lewati.
Perlu tangga atau tali untuk memanjatnya. Tapi tidak ada. Tidak ada yang mau
menawarkan tangga atau tali itu.
Kami tertawa
bersama.
Tapi
sungguh, hanya untuk menutupi air mata yang ada di hati.
Mereka sudah
beberapa kali ditangkap SatPol-PP. Mereka sudah dimasukkan ke panti tapi hanya
mendapat siksaan. Mereka seringkali terlibat tawuran. Dan tidak ada ketakutan
akan apapun.
Cukup
terkejut ketika pancingan itu mengenai sasaran. Ya, mereka tidak segan-segan
untuk membunuh, dan itu sudah direncanakan oleh mereka.
Kami takut.
Kami ragu.
Dan rasanya
kami ingin segera pergi dari tempat itu.
But let’s
say thank you Lord because He gave me a chance to join in Theater.
So it wasn’t
a big deal to act like everything’s okay.
Saya tidak
bisa membenci mereka.
Saya tidak
bisa marah pada mereka.
Saya tidak
bisa kecewa pada mereka.
Tapi…
Saya
membenci orang-orang yang menelantarkan mereka.
Saya marah
pada orang-orang yang menutup matamereka.
Saya kecewa
pada orang-orang yang hanya menjudge mereka.
Lalu apa
yang bisa saya lakukan?
Tidak
banyak. Not much I could do, but He could.
Sepertinya
titik terang untuk semakin mengetahui kosentrasi yang akan diambil semakin
jelas.. semoga tidak salah..
Dan itu pun
semakin jelas ketika melihat kondisi remaja-siswa saat ini. Tawuran di 70 dan 6
yang terjadi di hari senin 24 September lalu disebabkan oleh anak yang
mengalami GETL.. dan itu menjadi kegelisahan yang ga berhenti bahkan ketika
sedang menulis post ini..
Hanya
berharap supaya nantinya, setiap dari kita lewat bagian masing-masing bisa
memberikan kontribusi yang paling tepat untuk membantui kondisi zaman saat ini..
Hopefully.
Let us do our part in JOY (Jesus first, Others second, Yourself last)
No comments:
Post a Comment