RIWAYAT PENDIDIKAN DAN KEMAMPUAN AKADEMIK (PRESTASI
BELAJAR)
Wawan tetap bersekolah seperti anak
seusianya. Di usia 6 tahun, ia memasuki sekolah umum dengan hambatan
penglihatan yang masih memungkinkannya untuk dapat membaca dan menulis. Namun,
ketika Wawan mulai mengalami kesulitan karena penglihatannya yang semakin
menghilang dan rasa sakit di kepala jika terlalu memaksakan matanya untuk fokus
dapat melihat, akhirnya Wawan tidak melanjutkan sekolahnya di sekolah umum.
Sempat berfikiran untuk tidak sekolah dalam beberapa waktu, orangtuanya lebih
memilih untuk memasukkan Wawan ke dalam SLB Pembina yang terletak di kawasan
Lebak Bulus.
Orantuanya berharap dengan memasukkan
Wawan ke SLB, Wawan dapat menulis serta mengetahui mobilitas bagi tuna netra.
Pengalaman dengan kakaknya yang lebih dahulu mengalami kebutaan membuat
orangtua Wawan dapat memikirkan langkah yang lebih baik bagi Wawan untuk
mengatasi hambatannya. Setelah memperoleh berbagai keterampilan yang diperlukan
sebagai tuna netra serta keterampilan-keterampilan yang dapat dilakukan oleh
tuna netra seperti bermain tenis meja, drum, menulis dan membaca dalam
Braille,menggunakan computer, dll.
Akhirnya, setelah lulus kelas 6 SD dari
SLB Pembina, Wawan lebih memilih masuk ke SMP 226 yang terletak di Jalan
Cilincing Bhakti VI, Jakarta Utara dan merupakan salah satu sekolah inklusi.
Tidak banyak kendala berarti yang ditemukan Wawan karena sebelumnya ia pernah bersekolah
di sekolah umum. Sehingga ia mengetahui bagaimana untuk “mencuri hati” guru,
bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain, serta sistem belajar di sekolah
umum yang memang tidak sama dengan cara pembelajaran di SLB. Wawan dapat
melewati masa SMP nya dengan baik. Tidak tergolong sebagai murid yang terlalu
pintar, namun juga tidak berarti mendapat prestasi yang rendah di kelasnya.
Lewat usaha kerasnya, Wawan dapat lulus SMP dan masuk ke SMAN 66 sebagai salah
satu sekolah inklusi yang terletak di Jalan Bango 3 Pondok Labu, Cilandak, Jakarta
Selatan.
Di sekolah ini, Wawan semakin memperoleh
banyak pengalaman. Memilih jurusan IPS ketika duduk di kelas 11 (2 SMA), Wawan
paling menyukai pelajaran sejarah. Namun, ia mengalami kesulitan yang lebih
besar dibandingkan ketika masih SMP dalam pelajaran matematika. Nilai
matematikanya selalu yang paling jelek di raport. Namun beruntung, di
sekolahnya yang inklusi terdapat guru-guru pendamping yang membantu Wawan
secara khusus. Biasanya, guru-guru pendamping akan memberi tambahan jam kepada
Wawan sendiri sepulang sekolah agar ia dapat menguasai matematika dengan metode
khusus. Guru-guru pendamping ini memang sudah mengetahui cara-cara serta
asssement yang tepat bagi tuna netra.
Selain itu, Wawan juga memperoleh bantuan dari pihak Mitra Netra sebagai
lembaga yang memberi pelayanan untuk membantu tuna netra berupa tutorial secara
khusus untuk pelajaran Matematika.
Namun, di dalam Ujian Nasionalnya, Wawan
memperoleh nilai Matematika paling tinggi dibandingkan mata pelajaran yang lain.
Hal ini menjadi menarik karena, matematika yang membutuhkan visual dalam
memahami symbol, kode, maupun gambar dapat dilewati Wawan dengan baik sehingga
ia pun lulus dari SMAN 66 pada tahun 2011.
Namun menurutnya, faktor keberuntungan
belum menghampirinya untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Mengikuti SNMPTN dan
Penerimaan Mahasiswa Baru (PENMABA) pada 2011, Wawan yang berniat untuk
mengambil Bimbingan dan Konseling (BK) atau Sejarah di Universitas Negeri
Jakarta belum berhasil. Namun hal ini tidak mematahkan semangatnya sehingga ia
memutuskan untuk mencari peekrjaan dahulu selama menuggu SNMPTN 2012.
Di SMA juga, Wawan mengenal Teater. Ia
mulai bergabung dengan Teater di kelas 11 SMA. Pementasan pertamanya diadakan
di Auditorium GRJS (Gelanggang Remaja Jakrta Selatan) Bulungan. Dalam
pementasan yang menjadi rangkaian dari Festival Teater SLTA tersebut, Wawan
beserta teman-temannya dari Teater Terasontime SMAN 66 menampilkan pementasan
dengan judul “Eng-Ing-Eng”. Wawan di tengah keterbatasannya memperoleh
kesempatan untuk bermain monolog. Di kemunculannya pertamanya ini, Wawan tidak
mengalami kesulitan yang berarti karena ia hanya perlu membacakan dialognya
secara monolog (seorang diri tanpa ada respon dari pihak lain-seolah olah
berbicara seorang diri). Namun di adegannya yang kedua, Wawan diharuskan
berlari ke tengah penonton dan ia terjatuh di tengah adegan tersebut. Hal ini
akhirnya membuat beberapa temannya segera menolongnya yang terjatuh dan
memnuntunnya keluar dari panggung.
Bagi Wawan, Teater sendiri memberi
banyak pelajaran dan pengalaman kepadanya. Ia dapat mengenal orang-orang hebat
di Teater seperti Dindon WS yang juga menjadi juri dalam Festival Teater SLTA
tersebut. Selain itu, mengeksplorasi gerak tubuh yang selama ini terbatas
baginya dan bagaimana menyelami berbagai karakter manusia.
bersambunnnggg...
No comments:
Post a Comment