KONDISI FISIK DAN KEMAMPUAN MOTORIK/ MOBILITAS)
Dengan tinggi sekitar 160 cm dan berat
badan 80 Kg, Wawan terlihat seperti halnya orang normal seperti biasanya. Ia
memiliki mata yang tampak seperti orang normal, dengan kedua bola matanya yang
tetap dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Tatapan matanya ke bawah, seperti
seorang pemalu apalagi jika kelopak matanya beberapa kali berkedip ketika ingin
memulai pembicarannya.
Gerak nya pun baik, tidak kaku dan
berjalan dengan santai sekalipun jika dilihat, bentuk tubuhnya dapat dikatakan
termasuk gemuk. Wawan memang menggunakan tongkat untuk pergi ke berbagai tempat
seorang diri. Namun ketika saya menyodorkan lengan saya ke arahnya, ia segera
menggengam bagian siku lengan saya dan berjalan di samping saya. Sesekali
ketika melewati jalan yang lebih sempit, saya akan memindahkan lengan saya ke
belakang, diikuti dengan Wawan yang segera berpindah ke belakang saya tanpa
perlu adanya instruksi yang saya katakan. Ia juga tidak mengalami kesulitan
atau ragu ketika harus menaiki tangga manual maupun eskalator (tangga
berjalan).
Wawan memang telah belajar dengan baik orientasi dan mobilitas
selama bersekolah di SLB. Ia dapat mengikuti langkah pendampingnya dengan baik
ketika didampingi. Namun ia juga dapat menggunakan tongkatnya dengan mahir
sehingga membuatnya aman selama berjalan sendirian. Namun di tempat yang sudah
dikenalnya dengan baik, Wawan dapat berjalan tanpa bantuan orang lain maupun
tongkat. Seperti saat berada di lingkungan rumah, dan kantor.
Selain orientasi dan mobilitas, ia juga
mempelajari bidang-bidang lainnya selama bersekolah. Wawan juga mengenal drum
dan dapat memainkannya dengan baik sehingga beberapa kali melakukan pementasan
dengan teman-teman tuna netra nya yang lain. Mendengarkan musik memang menjadi
salah satu hobi yang dimiliki Wawan.
Sementara dalam bidang lainnya seperti
olahraga, Wawan dapat bermain tenis meja. Apalagi, kakaknya merupakan seorang
atlet tenis meja tuna netra. Sehingga, Wawan dapat menguasai tenis meja dengan
baik seklaipun tidak begitu tertarik. Ia memang lebih tertarik dengan musik dan
komputer. Ia juga tidak begitu mahir dalam massage
sekalipun pernah mempelajarinya.
Jadwal pekerjaannya yang padat dari jam
8 pagi sampai 5 sore membuatnya dapat menyalurkan hobi dan bakatnya di hari
libur kantor. Hari libur tersebut benar-benar digunakannya untuk “refreshing”.
Biasanya, sepulangnya dari kantor, Wawan hanya mandi, makan, lalu tidur. Jika
sempat, dia akan online sebentar untuk meemeriksa pekerjaannya di organisasi
KARTUNET atau hanya sekedar membuka media sosial nya seperti Facebook dan
Twitter.
Wawan jarang untuk melakukan pekerjaan
rumah seperti menyapu, menyuci, memasak, sekalipun dapat melakukannya. Memasak
sendiri bukan hal yang menurutnya menarik untuk dikerjakan. Orangtua Wawan pun
sudah mengetahui yang dilakukan Wawan dan member kepercayaan penuh kepadanya
untuk dapat mengurus dirinya sendiri. Oleh karena itu, sekalipun sering tidak
berada di rumah, seklipun khawatir namun, orangtuanya tetap memberi kesempatan
kepada Wawan agar dapat belajar secara mandiri.
Hal ini akhirnya membuahkan hasil juga.
Wawan dapat bekerja, pergi ke berbagai tempat seorang diri, dan mengelola
sendiri keuangannya dengan baik.
KARAKTERISTIK EMOSI DAN KEMAMPUAN SOSIAL
Ketika pertama kali menghubungi Wawam
melalui pesan singkat-SMS, Wawan segera merespon dengan baik tawaran saya.
Melalui pesan tersebut, Wawan juga begitu akrab dan tidak kaku kepada orang
yang baru pertama kali berkomunikasi dengannya. Menurut temannya yang sesam
tuna netra juga, Wawan dikenal sebagai anak yang baik. Salah seorang mahasiswa
yang pernah mendampinginya juga mengenal Wawan sebagai seseorang yang ceria dan
dapat mengobrol dengan baik.
Emosi Wawan memang stabil, tidak mudah
meledak-ledak. Salah satunya ia dapat proses berteater. Selain itu, Wawan dapat
berfikiran secara dewasa sehingga menurutnya, segala sesuatunya seharusnya
dapat disikapi dengan baik. Sebagai seorang tuna netra, tentunya akan ada
beragam perlakuan yang berbeda dari setiap individu. Karakter yang baik itu
datang dari dalam diri sendiri, yang dibentuk atas kemauan dari orang itu
sendiri.
Salah satu alasan Wawan masuk ke Teater
saat SMA adalah membentuk kepribadiannya agar menajdi seorang yang percaya diri
serta pemberani. Wawan berjuang untuk dpaat membawakan monolog tersebut dengan
baik kepada penonton. Dan hal itu tidak mudah untuk dilakukan sehingga ia pun
tidak pernah putus asa untuk memberikan yang terbaik. Hal ini juga terlihat
dari keputusannya untuk memasuki sekolah inklusi agar tetap dapat
bersosialisasi dengan baik kepada orang banyak.
Hal ini dibuktikannya dengan berusaha
bergaul dengan teman-temannya di kelas yang tidak mengalami hambatan seperti
dirinya. Menurut Wawan, ia harus terlebih dahulu bergerak untuk dapat berteman
dengan mereka, tidak hanya sekedar menunggu. Teman-temannya pun terbuka dengan
kehadiran Wawan dan membantunya dalam belajar. Wawan juga merasa lebih nyaman
dengan orang-orang yang tidak mengalami hambatan dalam penglihatan sehingga ia
pun juga dapat terbantu dan mengetahui lebih banyak hal.
Kemampuannya untuk berusaha memiliki
sosialisasi yang baik dengan banyak orang juga membuatnya mudah untuk melakukan
pendekatan (PDKT) dengan beberapa wanita. Sudah 6 kali berpacaran, hanya satu
wanita tuna netra di antara enam wanita tersebut. Lewat proses pacaran, Wawan
mengharapkan seseorang yang dapat menerima dirinya apa adanya serta memahami
kondisinya. Pacaran tidak digunakannya untuk sekedar bermain-main. Mulai dari
kelas 3 SMP, Wawan mengenal kata berpacaran. Sekalipun berawal dari sekedar
main-main, saat ini dia mulai ingin berpacaran dengan serius.
Emosi Wawan memang stabil dan dia dapat
bersosialisasi dengan baik. Berdasarkan penuturan dari temannya dan salah
seorang pendampingnya, Wawan memang lucu dan mudah bersosialisai. Karena itu,
Wawan pun seringkali merasa lebih nyaman dengan teman-temannya yang bukan tuna
netra. Temannya yang bukan tuna netra juga jumlahnya lebih banyak. Ia
mempelajari untuk dpaat mengenal sifat atau perasaan seseorang tidak hanya
dalam sekali perjumpaan. Biasanya, ia akan lebih mudah memahami karakter
seseorang ketika beberapa kali berinteraksi dengan orang tersebut.
Karena itu, tidak sulit bagi Wawan jatuh
cinta ketika bertemu dengan seseorang yang dapat membuatnya nyaman serta dapat
menerima kondisinya. Saling mememahami orang lain, agar ia pun dapat dipahami
dengan baik, itulah yang diusahakan Wawan agar dapat diterima di tengah masyarakat
sekalipun memiliki keterbatasan fisik.
Hal ini juga akhirnya membantunya dapat
bekerja dengan baik di kantornya sekarang. Sekalipun di antara 60 karyawan
kantor, terdapat 10 karyawan lainnya yang juga tuna netra, tidak berarti Wawan
hanya bergaul dengan yang tuna netra. Dengan teman-teman kantor lainnya yang
bukan tuna netra, Wawan sudah akrab dan dekat bahkan melebihi dengan penyandang
tuna netra sekantornya. Baginya, berbagi pengalaman dan cerita dengan banyak
orang menambah wawasannya untuk mengenal dunia lebih luas.
BERSAMBUUUUUNNGGG...
No comments:
Post a Comment