Pages

Thursday, September 27, 2012

Jakarta Keras (bukan karena aspaall!!!)


Rabu, 26 September 2012


Dengan otak yang dipenuhi pikiran harus mengurus semua kartu-kartu yang digondol pencopet dan uang yang makin tiris karena banyak pengeluaran tak terduga untuk mengurus itu semua, langkah kaki dengan gontai menibakan saya dan anggre (teman satu kontrakan) di dalam salah satu ruang kelas yang panas di Fakultas Ilmu Pendidikan.

Jam 10.00
Seharusnya kelas dimulai jam 08.00 jika saja dosen tidak secara mendadak membatalkan kelas.
Kuliah dari jam 08.00 sampai 16.00 secara khusus 5 jam bersama dosen yang sama dengan satu mata kuliah, rasanya tidak akan mudah dilewati.

Berusaha memasang mood at the top level, rok span selutut berwarna pink dan blouse warna hitam hari itu sukses membuat saya siap menghadapi kebosanan yang akan menyerang. Sampai kelas, segera membuka notebook sambil menunggu dosen yang *pasti* terlambat.

I was trying to be a nice student so I didn’t come late

Dan…
Penanggung Jawab mata kuliah tersebut maju ke depan kelas…

Dan kalimat-kalimat yang paling saya tidak harapkan meluncur keluar dari mulutnya..

Kalimat demi kalimat sang dosen yang disampaikan ke si PJ bak petir di siang bolong..

Saya tertawa keras.

Rasanya otak kosong.

Kelas tidak ada.

Dia mau kami untuk segera terjun ke lapangan dan bertemu dengan anak-anak Gangguan Emosi dan Tuna Laras(GETL).

Di siang terik yang panas itu, setelah berdiskusi dan sempat mengelilingi daerah under pass di rawamangun, kami akhirnya menjatuhkan hati kepada stasiun senen.

Ya. STASIUN SENEN.
Tempat di mana tidak seharusnya 4 gadis berpakaian rapi ala guru duduk-duduk di depan stasiun berdekatan dengan segerombol anak-anak punk sambil beberapa kali mencuri pandang.
Sementara yang lain takut untuk segera memulai salah satu langkah observasi-yaitu wawancara, sifat sanguine dan phlegmatic cukup membantu saya hari itu.

Bermodalkan dengan nekat, saya mendekati 3 orang anak punk yang tengah bermain-main dengan okulele mereka. Tangan mulus ini mendarat dengan tepat ke tangan yang membuat kulit saya tampak begitu cerah dan bersih. Sukses mendapatkan mereka, saya segera duduk tanpa dipersilahkan dan segera memulai pembicaraan.

Hampir satu jam percakapan yang mengharuskan saya kesemutan di kaki membuka pandangan baru bagi saya mengenai kehidupan mereka.

4 narasumber, mari kita sebut A,B,C, dan D. 3 pria, satu wanita (inisial D)
Mereka memiliki keluarga.
Tapi mereka ditolak.
 Mereka tidak mendapatkan kasih sayang.
Dan akhirnya, kabur dari rumah adalah pilihan yang tepat.

Sejak usia 10 tahun, mereka hidup tanpa naungan orang tua.
Keluarga merupakan sahabat mereka yang sama-sama berjuang di jalanan untuk dapat tetapbertahan hidup. Mereka memiliki mimpi.
Tapi itu semua seperti hal abstrak yang terlihat di balik jendela yang basah oleh aliran air hujan. Tidak jelas. Tapi samar-samar bisa terlihat.

Keinginan. Seolah menajdi sesuatu yang seringkali hanya menyesakkan dada.jika ditawarkan berbagai kemungkinan, mereka menjawab singkat. Mau.
Tapi keadaan dan kondisi menjadi tembok tinggi yang harus dengan susah payah di lewati. Perlu tangga atau tali untuk memanjatnya. Tapi tidak ada. Tidak ada yang mau menawarkan tangga atau tali itu.

Kami tertawa bersama.
Tapi sungguh, hanya untuk menutupi air mata yang ada di hati.

Mereka sudah beberapa kali ditangkap SatPol-PP. Mereka sudah dimasukkan ke panti tapi hanya mendapat siksaan. Mereka seringkali terlibat tawuran. Dan tidak ada ketakutan akan apapun.
Cukup terkejut ketika pancingan itu mengenai sasaran. Ya, mereka tidak segan-segan untuk membunuh, dan itu sudah direncanakan oleh mereka.

Kami takut.

Kami ragu.

Dan rasanya kami ingin segera pergi dari tempat itu.

But let’s say thank you Lord because He gave me a chance to join in Theater.
So it wasn’t a big deal to act like everything’s okay.

Saya tidak bisa membenci mereka.
Saya tidak bisa marah pada mereka.
Saya tidak bisa kecewa pada mereka.

Tapi…
Saya membenci orang-orang yang menelantarkan mereka.
Saya marah pada orang-orang yang menutup matamereka.
Saya kecewa pada orang-orang yang hanya menjudge mereka.

Lalu apa yang bisa saya lakukan?

Tidak banyak. Not much I could do, but He could.

Sepertinya titik terang untuk semakin mengetahui kosentrasi yang akan diambil semakin jelas.. semoga tidak salah..

Dan itu pun semakin jelas ketika melihat kondisi remaja-siswa saat ini. Tawuran di 70 dan 6 yang terjadi di hari senin 24 September lalu disebabkan oleh anak yang mengalami GETL.. dan itu menjadi kegelisahan yang ga berhenti bahkan ketika sedang menulis post ini..

Hanya berharap supaya nantinya, setiap dari kita lewat bagian masing-masing bisa memberikan kontribusi yang paling tepat untuk membantui kondisi zaman saat ini.. Hopefully.

Let us do our part in JOY (Jesus first, Others second, Yourself last)



No comments:

Post a Comment