Pages

Monday, April 16, 2012

Aku Buta, dan Aku Berteater (wawan#part2)


RIWAYAT PENDIDIKAN DAN KEMAMPUAN AKADEMIK (PRESTASI BELAJAR)

Wawan tetap bersekolah seperti anak seusianya. Di usia 6 tahun, ia memasuki sekolah umum dengan hambatan penglihatan yang masih memungkinkannya untuk dapat membaca dan menulis. Namun, ketika Wawan mulai mengalami kesulitan karena penglihatannya yang semakin menghilang dan rasa sakit di kepala jika terlalu memaksakan matanya untuk fokus dapat melihat, akhirnya Wawan tidak melanjutkan sekolahnya di sekolah umum. Sempat berfikiran untuk tidak sekolah dalam beberapa waktu, orangtuanya lebih memilih untuk memasukkan Wawan ke dalam SLB Pembina yang terletak di kawasan Lebak Bulus.

Orantuanya berharap dengan memasukkan Wawan ke SLB, Wawan dapat menulis serta mengetahui mobilitas bagi tuna netra. Pengalaman dengan kakaknya yang lebih dahulu mengalami kebutaan membuat orangtua Wawan dapat memikirkan langkah yang lebih baik bagi Wawan untuk mengatasi hambatannya. Setelah memperoleh berbagai keterampilan yang diperlukan sebagai tuna netra serta keterampilan-keterampilan yang dapat dilakukan oleh tuna netra seperti bermain tenis meja, drum, menulis dan membaca dalam Braille,menggunakan computer, dll.

Akhirnya, setelah lulus kelas 6 SD dari SLB Pembina, Wawan lebih memilih masuk ke SMP 226 yang terletak di Jalan Cilincing Bhakti VI, Jakarta Utara dan merupakan salah satu sekolah inklusi. Tidak banyak kendala berarti yang ditemukan Wawan karena sebelumnya ia pernah bersekolah di sekolah umum. Sehingga ia mengetahui bagaimana untuk “mencuri hati” guru, bersosialisasi dengan teman-temannya yang lain, serta sistem belajar di sekolah umum yang memang tidak sama dengan cara pembelajaran di SLB. Wawan dapat melewati masa SMP nya dengan baik. Tidak tergolong sebagai murid yang terlalu pintar, namun juga tidak berarti mendapat prestasi yang rendah di kelasnya. Lewat usaha kerasnya, Wawan dapat lulus SMP dan masuk ke SMAN 66 sebagai salah satu sekolah inklusi yang terletak di Jalan Bango 3 Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.

Di sekolah ini, Wawan semakin memperoleh banyak pengalaman. Memilih jurusan IPS ketika duduk di kelas 11 (2 SMA), Wawan paling menyukai pelajaran sejarah. Namun, ia mengalami kesulitan yang lebih besar dibandingkan ketika masih SMP dalam pelajaran matematika. Nilai matematikanya selalu yang paling jelek di raport. Namun beruntung, di sekolahnya yang inklusi terdapat guru-guru pendamping yang membantu Wawan secara khusus. Biasanya, guru-guru pendamping akan memberi tambahan jam kepada Wawan sendiri sepulang sekolah agar ia dapat menguasai matematika dengan metode khusus. Guru-guru pendamping ini memang sudah mengetahui cara-cara serta asssement yang tepat bagi tuna netra.  Selain itu, Wawan juga memperoleh bantuan dari pihak Mitra Netra sebagai lembaga yang memberi pelayanan untuk membantu tuna netra berupa tutorial secara khusus untuk pelajaran Matematika.

Namun, di dalam Ujian Nasionalnya, Wawan memperoleh nilai Matematika paling tinggi dibandingkan mata pelajaran yang lain. Hal ini menjadi menarik karena, matematika yang membutuhkan visual dalam memahami symbol, kode, maupun gambar dapat dilewati Wawan dengan baik sehingga ia pun lulus dari SMAN 66 pada tahun 2011.

Namun menurutnya, faktor keberuntungan belum menghampirinya untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Mengikuti SNMPTN dan Penerimaan Mahasiswa Baru (PENMABA) pada 2011, Wawan yang berniat untuk mengambil Bimbingan dan Konseling (BK) atau Sejarah di Universitas Negeri Jakarta belum berhasil. Namun hal ini tidak mematahkan semangatnya sehingga ia memutuskan untuk mencari peekrjaan dahulu selama menuggu SNMPTN 2012.

Di SMA juga, Wawan mengenal Teater. Ia mulai bergabung dengan Teater di kelas 11 SMA. Pementasan pertamanya diadakan di Auditorium GRJS (Gelanggang Remaja Jakrta Selatan) Bulungan. Dalam pementasan yang menjadi rangkaian dari Festival Teater SLTA tersebut, Wawan beserta teman-temannya dari Teater Terasontime SMAN 66 menampilkan pementasan dengan judul “Eng-Ing-Eng”. Wawan di tengah keterbatasannya memperoleh kesempatan untuk bermain monolog. Di kemunculannya pertamanya ini, Wawan tidak mengalami kesulitan yang berarti karena ia hanya perlu membacakan dialognya secara monolog (seorang diri tanpa ada respon dari pihak lain-seolah olah berbicara seorang diri). Namun di adegannya yang kedua, Wawan diharuskan berlari ke tengah penonton dan ia terjatuh di tengah adegan tersebut. Hal ini akhirnya membuat beberapa temannya segera menolongnya yang terjatuh dan memnuntunnya keluar dari panggung.

Bagi Wawan, Teater sendiri memberi banyak pelajaran dan pengalaman kepadanya. Ia dapat mengenal orang-orang hebat di Teater seperti Dindon WS yang juga menjadi juri dalam Festival Teater SLTA tersebut. Selain itu, mengeksplorasi gerak tubuh yang selama ini terbatas baginya dan bagaimana menyelami berbagai karakter manusia.


bersambunnnggg...

No comments:

Post a Comment