Pages

Tuesday, April 17, 2012

Buta bukan hambatan (wawan#part3)


  KONDISI FISIK DAN KEMAMPUAN MOTORIK/ MOBILITAS)

Dengan tinggi sekitar 160 cm dan berat badan 80 Kg, Wawan terlihat seperti halnya orang normal seperti biasanya. Ia memiliki mata yang tampak seperti orang normal, dengan kedua bola matanya yang tetap dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri. Tatapan matanya ke bawah, seperti seorang pemalu apalagi jika kelopak matanya beberapa kali berkedip ketika ingin memulai pembicarannya.

Gerak nya pun baik, tidak kaku dan berjalan dengan santai sekalipun jika dilihat, bentuk tubuhnya dapat dikatakan termasuk gemuk. Wawan memang menggunakan tongkat untuk pergi ke berbagai tempat seorang diri. Namun ketika saya menyodorkan lengan saya ke arahnya, ia segera menggengam bagian siku lengan saya dan berjalan di samping saya. Sesekali ketika melewati jalan yang lebih sempit, saya akan memindahkan lengan saya ke belakang, diikuti dengan Wawan yang segera berpindah ke belakang saya tanpa perlu adanya instruksi yang saya katakan. Ia juga tidak mengalami kesulitan atau ragu ketika harus menaiki tangga manual maupun eskalator (tangga berjalan).

Wawan memang telah  belajar dengan baik orientasi dan mobilitas selama bersekolah di SLB. Ia dapat mengikuti langkah pendampingnya dengan baik ketika didampingi. Namun ia juga dapat menggunakan tongkatnya dengan mahir sehingga membuatnya aman selama berjalan sendirian. Namun di tempat yang sudah dikenalnya dengan baik, Wawan dapat berjalan tanpa bantuan orang lain maupun tongkat. Seperti saat berada di lingkungan rumah, dan kantor.

Selain orientasi dan mobilitas, ia juga mempelajari bidang-bidang lainnya selama bersekolah. Wawan juga mengenal drum dan dapat memainkannya dengan baik sehingga beberapa kali melakukan pementasan dengan teman-teman tuna netra nya yang lain. Mendengarkan musik memang menjadi salah satu hobi yang dimiliki Wawan.

Sementara dalam bidang lainnya seperti olahraga, Wawan dapat bermain tenis meja. Apalagi, kakaknya merupakan seorang atlet tenis meja tuna netra. Sehingga, Wawan dapat menguasai tenis meja dengan baik seklaipun tidak begitu tertarik. Ia memang lebih tertarik dengan musik dan komputer. Ia juga tidak begitu mahir dalam massage sekalipun pernah mempelajarinya.

Jadwal pekerjaannya yang padat dari jam 8 pagi sampai 5 sore membuatnya dapat menyalurkan hobi dan bakatnya di hari libur kantor. Hari libur tersebut benar-benar digunakannya untuk “refreshing”. Biasanya, sepulangnya dari kantor, Wawan hanya mandi, makan, lalu tidur. Jika sempat, dia akan online sebentar untuk meemeriksa pekerjaannya di organisasi KARTUNET atau hanya sekedar membuka media sosial nya seperti Facebook dan Twitter.

Wawan jarang untuk melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu, menyuci, memasak, sekalipun dapat melakukannya. Memasak sendiri bukan hal yang menurutnya menarik untuk dikerjakan. Orangtua Wawan pun sudah mengetahui yang dilakukan Wawan dan member kepercayaan penuh kepadanya untuk dapat mengurus dirinya sendiri. Oleh karena itu, sekalipun sering tidak berada di rumah, seklipun khawatir namun, orangtuanya tetap memberi kesempatan kepada Wawan agar dapat belajar secara mandiri.

Hal ini akhirnya membuahkan hasil juga. Wawan dapat bekerja, pergi ke berbagai tempat seorang diri, dan mengelola sendiri keuangannya dengan baik.

KARAKTERISTIK EMOSI DAN KEMAMPUAN SOSIAL

Ketika pertama kali menghubungi Wawam melalui pesan singkat-SMS, Wawan segera merespon dengan baik tawaran saya. Melalui pesan tersebut, Wawan juga begitu akrab dan tidak kaku kepada orang yang baru pertama kali berkomunikasi dengannya. Menurut temannya yang sesam tuna netra juga, Wawan dikenal sebagai anak yang baik. Salah seorang mahasiswa yang pernah mendampinginya juga mengenal Wawan sebagai seseorang yang ceria dan dapat mengobrol dengan baik.

Emosi Wawan memang stabil, tidak mudah meledak-ledak. Salah satunya ia dapat proses berteater. Selain itu, Wawan dapat berfikiran secara dewasa sehingga menurutnya, segala sesuatunya seharusnya dapat disikapi dengan baik. Sebagai seorang tuna netra, tentunya akan ada beragam perlakuan yang berbeda dari setiap individu. Karakter yang baik itu datang dari dalam diri sendiri, yang dibentuk atas kemauan dari orang itu sendiri.

Salah satu alasan Wawan masuk ke Teater saat SMA adalah membentuk kepribadiannya agar menajdi seorang yang percaya diri serta pemberani. Wawan berjuang untuk dpaat membawakan monolog tersebut dengan baik kepada penonton. Dan hal itu tidak mudah untuk dilakukan sehingga ia pun tidak pernah putus asa untuk memberikan yang terbaik. Hal ini juga terlihat dari keputusannya untuk memasuki sekolah inklusi agar tetap dapat bersosialisasi dengan baik kepada orang banyak.

Hal ini dibuktikannya dengan berusaha bergaul dengan teman-temannya di kelas yang tidak mengalami hambatan seperti dirinya. Menurut Wawan, ia harus terlebih dahulu bergerak untuk dapat berteman dengan mereka, tidak hanya sekedar menunggu. Teman-temannya pun terbuka dengan kehadiran Wawan dan membantunya dalam belajar. Wawan juga merasa lebih nyaman dengan orang-orang yang tidak mengalami hambatan dalam penglihatan sehingga ia pun juga dapat terbantu dan mengetahui lebih banyak hal.

Kemampuannya untuk berusaha memiliki sosialisasi yang baik dengan banyak orang juga membuatnya mudah untuk melakukan pendekatan (PDKT) dengan beberapa wanita. Sudah 6 kali berpacaran, hanya satu wanita tuna netra di antara enam wanita tersebut. Lewat proses pacaran, Wawan mengharapkan seseorang yang dapat menerima dirinya apa adanya serta memahami kondisinya. Pacaran tidak digunakannya untuk sekedar bermain-main. Mulai dari kelas 3 SMP, Wawan mengenal kata berpacaran. Sekalipun berawal dari sekedar main-main, saat ini dia mulai ingin berpacaran dengan serius.

Emosi Wawan memang stabil dan dia dapat bersosialisasi dengan baik. Berdasarkan penuturan dari temannya dan salah seorang pendampingnya, Wawan memang lucu dan mudah bersosialisai. Karena itu, Wawan pun seringkali merasa lebih nyaman dengan teman-temannya yang bukan tuna netra. Temannya yang bukan tuna netra juga jumlahnya lebih banyak. Ia mempelajari untuk dpaat mengenal sifat atau perasaan seseorang tidak hanya dalam sekali perjumpaan. Biasanya, ia akan lebih mudah memahami karakter seseorang ketika beberapa kali berinteraksi dengan orang tersebut.

Karena itu, tidak sulit bagi Wawan jatuh cinta ketika bertemu dengan seseorang yang dapat membuatnya nyaman serta dapat menerima kondisinya. Saling mememahami orang lain, agar ia pun dapat dipahami dengan baik, itulah yang diusahakan Wawan agar dapat diterima di tengah masyarakat sekalipun memiliki keterbatasan fisik.

Hal ini juga akhirnya membantunya dapat bekerja dengan baik di kantornya sekarang. Sekalipun di antara 60 karyawan kantor, terdapat 10 karyawan lainnya yang juga tuna netra, tidak berarti Wawan hanya bergaul dengan yang tuna netra. Dengan teman-teman kantor lainnya yang bukan tuna netra, Wawan sudah akrab dan dekat bahkan melebihi dengan penyandang tuna netra sekantornya. Baginya, berbagi pengalaman dan cerita dengan banyak orang menambah wawasannya untuk mengenal dunia lebih luas.


BERSAMBUUUUUNNGGG...

No comments:

Post a Comment